Senin, 13 Agustus 2018

Ingredients 2

Kamis 16/08/2018

Susu kedelai



Sejarah
Sejarah susu kedelai banyak digambarkan pada karya seni China kuno.
Menurut legenda Cina, Liu An, seorang pangeran Cina yang hidup pada tahun 179-122 SM menggunakan susu kedelai untuk tujuan pengobatan.
Meskipun sejarawan mengatakan tidak ada bukti dari kisah tersebut, namun mereka setuju bahwa susu kedelai berasal dari Cina.
Saat ini susu kedelai telah populer di negara-negara Barat terutama di kalangan vegetarian, karena digunakan sebagai pengganti susu biasa.
Jenis
Susu kedelai biasanya tersedia dalam rasa coklat, vanila, dan rasa aslinya. Susu kedelai ada yang diberi rasa manis maupun tidak, selain itu di Cina tersedia juga susu kedelai dengan rasa asin.

Kandungan Kalsium
Susu kedelai kaya akan protein dan zat besi dan bentuknya yang kental bisa menggantikan susu sapi untuk diminum maupun digunakan dalam masakan.
Beberapa orang memilih memberikan susu kedelai untuk bayi mereka daripada susu sapi, hanya saja kandungan kalsium dalam susu kedelai tidak banyak.
Oleh karena itu, pilihlah susu kedelai yang sudah diperkaya dengan kandungan kalsium.
Susu kedelai bisa juga dikentalkan dan digunakan untuk membuat tahu. Proses pembuatan tahu ini mirip dengan proses pembuatan keju dari susu.
Manfaat
Individu yang mengalami intoleransi laktosa biasanya memilih susu kedelai sebagai alternatif dari susu sapi. Selain itu, banyak manfaat yang bisa didapat dari susu kedelai.
Karena terbuat dari kacang, susu kedelai kaya akan protein, serat, dan isoflavon, yang menawarkan banyak manfaat kesehatan.
Isoflavon merupakan antioksidan yang membantu mencegah kanker, penyakit jantung, serta osteoporosis.
Susu kedelai juga mengandung lemak (lebih banyak 2 persen dari susu sapi), namun kadar kolesterolnya lebih rendah dibandingkan susu sapi.
Teori / Spekulasi
Karena susu kedelai tidak mengandung kalsium sebanyak susu sapi, tubuh harus mendapat asupan kalsium dari sumber lain.
Risiko kesehatan lain dari kedelai yakni dapat menyebabkan masalah tiroid. Kandungan isoflavon dalam kedelai berdampak terhadap fungsi tiroid, meskipun hal ini masih dalam perdebatan.
Penelitian yang dilakukan oleh Cornell University di New York pada bayi yang terpajan isoflavon dalam jumlah besar, menemukan bahwa konsumsi kedelai yang terlalu banyak dapat merusak tiroid dan menyebabkan penyakit autoimun.

Sugar




Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan komoditi perdagangan utama. Gula paling banyak  diperdagangkan dalam bentuk kristal sukrosa padat dan digunakan untuk memberi rasa manis pada makanan atau minuman. Gula sederhana, seperti glukosa (yang diproduksi dari sukrosa dengan enzim atau hidrolisis asam), menyimpan energi yang akan digunakan oleh sel.
Gula Tebu 
Pada awalnya gula tebu dikenal oleh orang-orang Polinesia, kemudian menyebar ke India. Pada tahun 510 Sebelum Masehi, ketika menguasai India, Raja Darius dari Persia menemukan ”batang rerumputan yang menghasilkan madu tanpa lebah”. Seperti halnya pada berbagai penemuan manusia lainnya, keberadaan tebu sangat dirahasiakan dan dijaga ketat, sedangkan produk olahannya diekspor dan untuk menghasilkan keuntu-ngan yang sangat besar.
Rahasia tanaman tebu akhirnya terbongkar setelah terjadi ekspansi besar-besaran oleh orang-orang Arab pada abad ketujuh sebelum sesudah masehi. Ketika mereka menguasai Persia pada tahun 642 mereka menemukan tanaman tebu yang sedang tumbuh dan kemudian mempelajari cara pembuatan gula. Selama ekspansi berlanjut mereka mendirikan pengolahan-pe-ngolahan gula di berbagai daratan lain yang mereka kuasai, termasuk di Afrika Utara dan Spanyol.
Gula dikenal oleh orang-orang barat Eropa sebagai hasil dari Perang Salib pada abad ke-11. Para prajurit yang pulang menceritakan keberadaan “rempah baru” yang enak ini. Gula pertama diketahui tercatat di Inggris pada tahun 1099. Abad-abad berikutnya merupakan periode ekspansi besar-besaran perdagangan barat Eropa dengan dunia timur, termasuk di dalamnya adalah impor gula. Sebagai contoh, dalam sebuah catatan pada tahun 1319 harga gula di London sebesar “dua shilling tiap pound”. Nilai ini setara dengan beberapa bulan upah buruh rata-rata, sehingga dapat dikatakan gula sangatlah mewah pada waktu itu.
Orang-orang kaya menyukai pembuatan patung-patung dari gula sebagai penghias meja-meja mereka. Ketika Henry III dari Perancis mengunjungi Venice, sebuah pesta diadakan untuk menghormatinya dengan menampilkan piring-piring, barang-barang perak, dan kain linen yang semuanya terbuat dari gula.
Karena merupakan barang mahal, gula seringkali dianggap sebagai obat. Banyak petunjuk kesehatan dari abad ke-13 hingga 15 yang merekomendasikan pemberian gula kepada orang-orang cacat untuk memberi kekuatan.
Pada abad ke-15, pemurnian gula Eropa umumnya dilakukan di Venice. Venice tidak bisa lagi melakukan monopoli ketika Vasco da Gama berlayar ke India pada tahun 1498 dan mendirikan perdagangan di sana. Meskipun demikian, penemuan orang-orang Amerikalah yang telah mengubah konsumsi gula di dunia.
Dalam salah satu perjalanan pertamanya, Columbus membawa tanaman tebu untuk ditanam di kawasan Karibia. Iklim yang sangat menguntungkan untuk pertumbuhan tanaman tebu menyebabkan berdirinya sebuah industri dengan cepat. Kebutuhan terhadap gula yang besar bagi Eropa menyebabkan banyak kawasan hutan di kepulauan Karibia menjadi hampir seluruhnya hilang digantikan perkebunan tebu, seperti misalnya di Barbados, Antigua dan separuh dari Tobago. Tanaman tebu dibudidayakan secara massal. Jutaan orang dikirim dari Afrika dan India untuk bekerja di penggilingan tebu. Oleh karenanya, produksi gula sangat erat kaitannya dengan perdagangan budak di dunia barat.
Secara ekonomi gula sangatlah penting sehingga seluruh kekuatan Eropa membangun atau berusaha membangun jajahan di pulau-pulau kecil Karibia dan berbagai pertempuran terjadi untuk menguasai pulau-pulau tersebut. Selanjutnya tanaman tebu dibudidayakan di berbagai perkebunan besar di kawasan-kawasan lain di dunia (India, Indonesia, Filipina dan kawasan Pasifik) untuk memenuhi kebutuhan pasar Eropa dan lokal.
Pada tahun 1750 terdapat 120 pabrik pemurnian gula yang beroperasi di Britania dengan hanya menghasilkan 30.000 ton per tahun. Pada tahap ini gula masih merupakan sesuatu yang mewah dan memberi keuntungan yang sangat besar sehingga gula dijuluki “emas putih”. Keadaan ini juga berlaku di negara-negara Eropa Barat lainnya.
Para pemerintah menyadari keuntungan besar yang didapat dari gula dan oleh karenanya mengenakan pajak yang tinggi. Akibatnya gula tetap merupakan sebuah barang mewah. Keadaan ini terus bertahan sampai dengan akhir abad ke-19 ketika kebanyakan pemerintahan mengurangi atau menghapus pajak dan menjadikan harga gula terjangkau untuk warga biasa.
Gula Bit 
Gula bit pertama kali diketahui sebagai sumber gula pada tahun 1747. Tidak diragukan lagi, tanaman ini tidak begitu menarik perhatian dan hanya sekedar keingintahuan beberapa negara Eropa karena kepentingan nasional dan ekonomi lebih tertuju pada perkebunan tebu. Keadaan ini bertahan sampai dengan perang-perang Napoleon pada awal abad ke-19 ketika Britania menblokade impor gula ke benua Eropa. Pada tahun 1880 gula bit menggantikan gula tebu sebagai sumber utama gula di benua Eropa. Masuknya gula bit ke Inggris tertunda sampai dengan Perang dunia Pertama ketika impor gula Britain terancam. Sebelumnya Britain mengimpor gula tebu dari jajahannya di kawasan tropis.
Masa kini 
Konsumsi gula per tahun saat ini berkisar 120 juta ton dan terus bertambah pada laju sekitar 2 juta ton per tahun. Uni-Eropa, Brazil dan India adalah tiga produsen terbesar dan gabungan dari ketiganya menyumbang sekitar 40% produksi per tahun. Namun demikian kebanyakan gula dikonsumsi di negara penghasil dan hanya sekitar 25% yang diperdagangkan secara internasional.
Tebu dibudidayakan di lebih dari 100 negara dan gula yang dihasilkan dari tebu berkisar 6 kali lebih besar dari pada gula bit.
Sejarah Gula di Jawa
Tanaman tebu diperkirakan sudah sejak lama dibudidayakan di Jawa. Perantau China, I-Tsing, mencatat bahwa pada tahun 895 M, gula yang berasal dari tebu dan nira kelapa telah diperdagangkan di Nusantara. Sedangkan menurut catatan perjalanan Marcopolo, hingga abad ke-12 di Jawa belum berkembang industri gula seperti yang ada di China dan India. Kedatangan orang Eropa, terutama orang Belanda, pada abad 17 membawa perubahan pada perkembangan tanaman tebu dan industri gula di Jawa.
Pada pertengahan abad ke-17, industri gula didirikan di sekitar selatan Batavia, dan dikelola oleh orang-orang China bersama para pejabat VOC. Pengolahan gula saat itu berjalan dengan proses yang sederhana. Dua buah silinder kayu yang diletakkan berhimpitan digunakan sebagai gilingan yang diputar dengan tenaga hewan (kerbau) atau manusia. Tebu dimasukkan di antara kedua silinder, kemudian nira yang keluar ditam-pung dalam bejana besar yang terdapat di bawah gilingan. Ekspor gula ke Eropa pun berlangsung pada saat itu, yang berasal dari 130 pengolahan gula (PG tradisional) di Jawa. Se-iring dengan perjalanan sejarah, jumlah PG di Jawa turun naik berfluktuasi. Ketika India mulai melakukan ekspor gulake Eropa, industri gula Jawa mengalami persaingan ketat sehingga beberapa diantaranya tutup. Pada tahun 1745 di Jawa tersisa 65 PG, tahun 1750 bertambah menjadi 80 PG, kemudian akhir abad XVIII menyusut kembali menjadi 55 PG. Fluktuasi ini diduga berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan sekitar Batavia yang tidak lagi kondusif untuk budidaya tebu atau mungkin berkaitan dengan kesulitan permodalan.
Pada awal abad XIX, industri gula yang lebih modern yang dikelola orang-orang Eropa mulai bermunculan. PG modern pertama didirikan di daerah Pamanukan (Subang) dan Besuki (Jawa Timur). Akan tetapi, PG tersebut tidak bertahan lama dan meng-alami kebangkrutan yang diduga akibat masalah perburuhan dan ketersediaan lahan sawah untuk tebu yang terbatas. Di Pamanukan, investor gula harus membuka lahan-lahan sawah baru yang butuh modal besar karena lahan sawah yang sudah ada diprioritaskan untuk padi.
Kurun waktu berikutnya industri gula Jawa mulai menggeliat bangkit seiring dengan diberlakukannya Cultuurstelsel oleh van den Bosch. Liberalisasi industri gula Jawa dipasung. Semua aktivitas ekonomi (perdagangan gula) swasta dilarang dan dikuasai sepenuhnya oleh pemerintah kolonial Belanda. Pada tahun 1830 Bosch mengembangkan penanaman tebu di daerah pantura Jawa Tengah dan Jawa Timur,yang dikelola secara profesional. Sebagian besar perusahaan keluarga diserahkan kepada para manajer profesional. Modal didukung oleh Javasche Bank, sedangkan manajemen inti dipegang orang-orang Eropa. Usaha-usaha penetrasi pasar dilakukan pemerintah Belanda melalui regulasi impor gula dengan memberikan potongan 15 gulden untuk setiap pembayaran cukai sebanyak 100 gulden. Tenaga kerja hampir sepenuhnya tidak dibayar alias gratis karena unsur paksaan oleh para penguasa bumiputra yang berkolaborasi dengan para penjajah. Perubahan kebijakan ini berhasil baik, dimana 10 tahun kemudian gula dari Jawa mampu mendominasi pasar dunia.
Perkembangan berikutnya, beberapa PG mulai bermunculan di Jawa dengan dukungan pembangunan infrastruktur besar-besaran terutama dalam penyediaan sarana irigasi.
Kebangkitan industri gula di Jawa pada masa itu sebenarnya terkait juga dengan perubahan teknologi. Margarete Leidelmeijer dalam studi Doktornya di Universitas Teknologi Eindhoven, Belanda, tahun 1995 menulis disertasi tentang industri gula di Jawa berjudul Van suikermolen tot grootbedrift. Technische vernieuwing in de Javasuikerindustrie in de negentiende eeuw atau dalam terjemahan bebas kira-kira artinya “dari pengolahan gula sederhana ke pabrik-inovasi teknik pada industri gula Jawa abad sembilan belas” (No. 25 dalam seri NEHA 111, Dutch Guilders). Menurut Leidelmeijer, sejak Cultuurstelsel diberlakukan teknologi industri gula Jawa sebagian mengadopsi teknologi pengolahan gula bit di Eropa, salah satunya dengan menggunakan pan masak vacuum. Selain itu, dukungan para insinyur dan peneliti di Belanda yang difasilitasi kantor Kementerian Pemerintahan Kolonial ikut terlibat dalam pengembangan industri gula Jawa. Kontak antara para pelaku industri gula di Jawa dan Eropa saat itu cukup intensif. Mereka saling bertukar informasi tentang teknologi processing gula tebu dan gula bit. Industri gula Jawa pada akhirnya berkembang cukup pesat dan bahkan menjadi acuan bagi industri gula tebu dunia lainnya. Inovasi teknologi prosesing gula tebu yang dimulai abad XIX tersebut, kemudian disempurnakan dengan berbagai inovasi teknologi di abad XX hingga saat ini masih bertahan dan dipa-kai oleh sebagian besar PG Jawa.
Macam-macam Gula
Di pasar, dapat kita temukan beberapa macam gula yang dibagi berdasarkan bahan gula tersebut:
Gula merah
Gula merah atau gula Jawa biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seper-ti kelapa, aren, dan siwalan. Gula merah yang dipasarkan dalam bentuk bubuk curah disebut sebagai gula semut.
Gula tebu
Gula tebu kebanyakan dipasarkan dalam bentuk gula kristal curah. Pertama tama bahan mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya menggunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidakkemurnian, campuran tersebut kemudian diputihkan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasa-nya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi.
Gula bit
Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di ekstraksi dengan air panas. Pemurnian kemudian ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang tersisa hanya tinggal 30% saja. Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula dipisahkan de-ngan mesin sentrifugal dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.
Jenis-jenis Gula
White Sugar
Ada banyak jenis gula pasir, dan sebagian khusus hanya dipakai dalam industri makanan dan juru masak professional dan tidak dijual di supermarket. Jenis gula pasir ini dibedakan pada ukuran kristalnya. Setiap ukuran kristal memberikan karakteristik yang unik sehingga gula tersebut tepat untuk dipakai pada jenis makanan tertentu.
Bakers Special Sugar – Ukuran kristal pada gula ini jauh lebih halus daripada gula buah. Sesuai dengan namanya, jenis gula ini hanya dibuat untuk industri bakery. Gula ini dpakai untuk taburan pada donat dan cookies, juga pada beberapa resep cake untuk memberikan tekstur yang halus.
Castor / Caster Sugar – Gula jenis ini adalah gula yang amat sangat halus (superfine sugar) sehingga akan seketika larut dalam adonan.
Confectioners atau Powdered Sugar – Gula ini disebut icing sugar di Inggris dan sucre glace di Perancis. Gula ini adalah gula pasir yang digiling sehingga menjadi bubuk kemudian ditapis. Gula ini juga diberi tambahagn 3% tepung jagung untuk mencegah penggumpalan. Gula bubuk ini digiling menjadi 3 jenis kehalusan. Confectioners sugar yang dijual di supermarket adalah yang paling halus di antara ketiganya, dan digunakan dalam membuat icing, permen dan whipped cream. Dua jenis gula bubuk lainnya hanya digunakan untuk industri bakery.
Coarse Sugar – Juga dikenal dengan nama pearl atau decorating sugar. Sesuai dengan namanya, ukuran kristal pada gula ini lebih besar daripada gula “biasa”. Gula ini diperoleh ketika sirup gula yang kaya sukrosa dibiarkan mengkristal. Ukuran kristal yang besar membuat gula ini tidak berubah warna dan tidak terurai menjadi fruktosa dan glukosa pada temperatur tinggi saat dimasak. Karakter-karakter ini membuat gula ini tepat untuk membuat fondant, permen dan liquor.
Date Sugar – Date sugar sebetulnya lebih merupakan sejenis makanan daripada jenis gula. Gula ini didapat dari kurma yang dikeringkan dan digiling, sehingga mengandung serat yang tinggi. Penggunaannya sangat terbatas karena harganya dan juga karena gula ini tidak larut dalam cairan.
Fruit Sugar – Gula ini sedikit lebih halus dari gula “biasa” dan digunakan pada campuran kering seperti gelatin, pudding atau minuman bubuk. Ukuran kristal pada fruit sugar lebih seragam, sehingga tidak ada butir-butir gula yang lebih besar di dasar kotak / bungkusnya. Karakter ini penting untuk bahan campuran kering.
Granulated Sugar – Juga disebut gula meja atau gula putih. Gula jenis ini sangat popular bagi para konsumen, karena umum digunakan di rumah. Seringkali digunakan dalam banyak resep hidangan. Karakter utama yang membedakan gula ini dengan jenis gula lainnya adalah warnanya yang seputih kertas dan kristal yang halus.
Sugar cubes – Terbuat dari gula putih yang dilembabkan, di-press dalam cetakan, kemudian dikeringkan.
Raw Sugar – Gula mentah ini diperoleh sebelum tetes diangkat dari gula dalam proses pembuatan gula. Jenis gula yang popular adalah Demerara sugar dari Guyana dan Barbados sugar. Turbinado sugar adalah jenis raw sugar yang sudah dibersihkan dari berbagai kontaminasi dengan cara penguapan (steam). Gula ini berwarna kecoklatan dengan rasa molase yang ringan.
Sanding Sugar – Juga disebut coarse sugar. Gula dengan kristal besar ini digunakan dalam industri bakery dan permen sebagai taburan pada produk-produk bakery. Kristal yang besar merefleksi cahaya dan memberikan tampilan berkilau pada produk.
Superfine, Ultrafine, atau Bar Sugar – Ukuran kristal pada jenis gula ini adalah yang paling halus dari semua jenis gula putih lainnya. Tepat untuk digunakan pada cake dan meringue dengan tekstur rumit, juga untuk pemanis buah-buahan dan minuman dingin karena sangat mudah larut.  Di Inggris, gula ini dikenal dengan nama castor sugar, sebutan yang diperoleh dari jenis shaker /wadah dari gula ini ketika dijual.

BROWN SUGAR
Brown Sugar – Gula ini menyimpan sebagian sirup molase yang memberikan rasa khas yang menyenangkan. Dark Brown Sugar berwarna lebih gekap dengan rasa molase yang lebih keras dibandingkan dengan Light Brown Sugar.   Jenis light umumnya digunakan untuk jenis hidangan yang dipanggang dan untuk membuat permen butterscotch, kondimen dan glaze. Dark brown sugar tepat untuk dipakai dalam membuat gingerbread, mincemeat, dan jenis-jenis hidangan yang kaya rasa.
Demerara Sugar – Populer di Inggris, gula ini termasuk light brown sugar dengan kristal besar berwarna keemasan dan agak lengket. Seringkali digunakan dalam teh, kopi atau dituangkan
di atas cereal.
Muscovado atau Barbados Sugar – Gula specialty dari Inggris ini berwarna coklat gelap dan mempunyai rasa  molase yang keras dan khas. Butiran kristal gula ini kasar dan lebih lengket dibanding brown sugar biasa.
Free-flowing Brown Sugar – Jenis gula ini adalah produk khusus yang dibuat dengan proses co-crystallization. Proses ini menghasilkan brown sugar bubuk yang sangat halus dan tidak selembab brown sugar biasa. Karena tidak terlalu lembab, gula ini tidak menggumpal.
Turbinado Sugar – Gula ini adalah gula mentah yang sudah melalui sebagian proses dimana lapisan molase di bagian atas sudah diangkat. Warnanya kekuningan dengan rasa lembut brown sugar, dan seringkali digunakan pada teh dan minuman lainnya.

LIQUID SUGAR
Liquid Sugar – Ada beberapa jenis gula cair. Gula cair (sukrosa) adalah gula putih yang sudah dilarutkan dalam air sebelum digunakan. Produk ini ideal untuk resep-resep yang menggunakan gula cair. Amber Liquid Sugar berwarna lebih gelap dan dapat digunakan pada makanan jika ingin mendapatkan warna kecoklatan.
Invert Sugar – Sukrosa dapat dipecah menjadi dua komponen gula (glukosa dan fruktosa). Proses ini disebut inversi, dan produk yang dihasilkan dinamakan inverse sugar. Gula ini dipasarkan dalam bentuk produk cair yang mengandung glukosa dan fruktosa dalam jumlah yang sama. Karena fruktosa lebih manis dari glukosa maupun sukrosa, gula ini lebih manis daripada gula putih. Gula ini digunakan dalam industri makanan untuk menghambat kristalisasi gula dan  menahan kelembaban dalam makanan yang dibungkus. Jenis invert sugar yang mana yang digunakan tergantung pada fungsi yang mana yang diperlukan – menghambat proses kristalisasi atau menahan kelembaban. Juru masak menggunakan invert sugar manakala sebuah resep mengharuskan untuk merebus gula dengan api kecil dalam campuran air dan juice lemon.




Yeast






Yeast telah digunakan oleh manusia sejak dahulu untuk menghasilkan makanan dan minuman yang diinginkan. Dapat dinyatakan disini bahwa yeast merupakan jasad renik (mikroorganisme) yang pertama yang digunakan manusia dalam industri pangan. Penggunaannya boleh dikatakan lama sebelum diketemukannya aksara. Dari beberapa peninggalan Mesir kuno, yang ditulis dalam hieroglyf (tulisan Mesir kuno), tercatat bahwa orang-orang Mesir zaman itu telah menggunakan yeast dan proses fermentasi dalam memproduksi minuman beralkohol dan membuat roti. Minuman fermentasi tertua yang penah diketahui adalah bir yang sudah diproduksi sejak tahun 4000 SM. Bir dibuat dari bahan baku antara lain :
1. Gandum (Berley), padi-padian, bijian yang lain, yang diolah menjadi roti, kemudian dihancurkan disuspensikan dengan air dan difermentasikan.
2. Rasanya ada yang manis dan ada yang masam.
Pada saat itu, fermentasi atau proses biokimia ini masih merupakan misteri dan bahkan dianggap sebagai proses magis. Secara umum diyakini bahwa fermentasi dalam membuat minuman beralkohol dan roti pada awalnya merupakan proses alami dari aktivitas mikroba sebagai kontaminan didalam tepung, biji-bijian serta sari-buah yang mengandung gula. Berbagai mikroba ini, termasuk yeast dan lactic acid bacteria, yang pada umumnya terdapat pada berbagai biji-bijian dan buah-buahan yang biasa ditanam. Disisi lain, leaven (biang roti) pada awalnya merupakan media yang lembut seperti “adonan”. Sebagian kecil media itersebut digunakan sebagai “starter” untuk membuat roti yang lebih banyak. Demikian secara turun temurun proses ini dilakukan, penggunaan “starter” ini menimbulkan kebiasaan untuk menyimpan sebagian dari bir, anggur atau “adonan” roti yang baik untuk digunakan pada pembuatan berikutnya. Selama ratusan tahun, sudah merupakan tradisi bagi pembuat roti (bakers) mendapatkan yeast dari hasil produksi sampingan dalam pembuatan minuman anggur. Dengan demikian, boleh dikatakan bahwa para pembuat roti ini juga merupakan pionir dalam memanfaatkan mikroba untuk keperluan industri.
Baru setelah diketemukannya mikroskop maka mulai dilakukan pengamatan tentang yeast lebih seksama. Pekerjaan ini dipelopori oleh Louis Pasteur pada akhir tahun 1860 yang menyimpulkan bahwa yeast merupakan mikroba hidup yang bertindak sebagai agen dalam proses fermentasi dan digunakan sejak zaman dahulu untuk menaikan adonan roti. Tidak lama setelah penemuan tersebut, dilakukan upaya untuk meng-isolasi yeast secara murni. Dengan kemampuan ini mulailah dilakukan produksi yeast secara komersial untuk keperluan pembuatan roti. Jenis yang dikembangkan adalah Saccharomyces cerevisiae yang disebut dengan Baker’s yeasts. Sejak saat itu, perusahan roti, minuman dan para ahli mulai berupaya untuk memproduksi strain murni yeast yang tepat untuk keperluan industri yang disesuaikan dengan rasa dan keperluan kualitas serta karateristik lainnya. Sedangkan di Indonesia yang dikenal dengan ragi untuk tape sebenarnya ada yang tidak murni dari jenis yeast saja akan tetapi dicampur dengan jenis bakteri dimana disesuaikan dengan kebutuhan produk yang akan dihasilkannya. Produk-produk yang dihasilkan melalui aktivitas yeast seperti roti, bir, wine, vineger dan sebagainya.
Di Indonesia dalam hal memproduksi makanan tradisional ataupun makanan fermentasi dengan menggunakan yeast masih belum begitu membudaya jika dibandingkan dengan penggunaan bakteri atau jamur seperti: Rhizopus spp., Aspergillus spp., Penicillium spp., Mucor spp. dan yang lainnya. Bahkan terlihat sangat tertinggal jauh dengan starter yang berasal dari kelompok bakteri asam laktat (BAL) “friendly bacteria” yang biasanya dipakai sebagai Probiotic. Probiotic adalah sekelompok mikroba hidup yang menguntungkan dan digunakan untuk mempengaruhi induk semang melalui perbaikan mikroorganisme dalam saluran pencernaan (Fuller 1992). Sebagai contoh misalnya pada pembuatan produk susu asam, yogurt, yakult, minuman susu asidophilus, bifidus, nata de coco dan lain sebagainya. Hal ini terutama disebabkan karena kurangnya pengetahuan dalam pemanfaatan dan perekayasaan yeast sebagai starter ataupun agen dalam dalam proses fermentasi. Selain itu, secara teknis dirasakan juga kesukaran dalam memperoleh dan mengembangkan spesies yang diinginkan.
Selama ratusan tahun ragi (yeast) telah digunakan dalam pembuatan roti. Sebelum ragi diproduksi secara komersial, dahulu orang membuat sourdough dan country breads menggunakan ragi dari hasil fermentasi anggur dan/ atau kentang. Sejak abad 18, saat ilmuwan Louis Pasteur melakukan penelitian maka diketahuilah keberadaan mikroorganisme ragi yang berguna dan menguntungkan umat manusia.

Ragi adalah mikroorganisme hidup yang dapat ditemukan dimana-mana. Ragi berasal dari keluarga Fungus bersel satu (sugar fungus) dari genus Saccharomyces, species cereviciae, dan memilki ukuran sebesar 6-8 mikron. Dan Saccharomyces cereviciae merupakan genom eukariotik yang pertama kali disekuensi secara penuh. Dalam satu gram ragi padat (compressed yeast) terdapat kurang lebih 10 milyar sel hidup. Ragi ini berbentuk bulat telur, dan dilindungi oleh dinding membran yang semi berpori (semipermeable), melakukan reproduksi dengan cara membelah diri (budding), dan dapat hidup di lingkungan tanpa oksigen (anaerob).

Untuk bertahan hidup, ragi membutuhkan air, makanan dan lingkungan yang sesuai. Bakteri bersel satu ini akan mudah bekerja bila ditambahkan dengan gula dan kondisi suhu yang hangat. Kandungan karbondioksida yang dihasilkan akan membuat suatu adonan menjadi mengembang dan terbentuk pori - pori. Ragi memiliki sifat dan karakter yang sangat penting dalam industri pangan.

Ragi akan berkembang dengan baik dan cepat bila berada pada temperatur antara 25º–30ºC. Struktur dan bentuk ragi dapat dilihat hal Gambar 2.10.

Gambar 2.10 Saccharomyces cereviciae

Saccharomyces cereviciae yang penting dalam pembuatan roti memiliki sifat dapat memfermentasikan maltosa secara cepat (lean dough yeast), memperbaiki sifat osmotolesance (sweet dough yeast), rapid fermentation kinetics, freeze dan thaw tolerance, dan memiliki kemampuan memetabolisme substrat. Pemakaian ragi dalam adonan sangat berguna untuk mengembangkan adonan karena terjadi proses peragian terhadap gula, memberi aroma (alkohol).

Saccharomyces cerevisiae juga telah digunakan dalam beberapa industri lainnya, seperti industri roti (bakery), industri flavour, (menggunakan ektrak ragi/yeast extracts), industri pembuatan alcohol (farmasi) dan industri pakan ternak.

Gambar 2.11 Tiga jenis ragi yang umum digunakan.

Tiga jenis ragi yang umum digunakan di Indonesia adalah ragi basah (compressed/fresh yeast), ragi kering aktif (active dry yeast) dan ragi kering instant (instant dry yeast). Bentuk ragi cair jarang digunakan karena umur simpan rendah dan juga butuh peralatan khusus. Ketiga jenis ragi tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Dalam industri bakery, fungsi utama ragi dalam adonan adalah sebagai berikut:
·      Leavening agent (pengembang adonan), ragi mengkomsi gula dan mengubahnya menjadi gas karbon dioksida (CO2), sehingga adonan mengembang.
·      Memproses gluten (protein pada tepung) sehingga dapat membentuk jaringan yang dapat menahan gas tersebut (maturating the doughgluten structure).
·      Menghasilkan flavour (aroma dan rasa) pada roti karena selama fermentasi ragi juga menghasilkan sejenis etanol yang menghasilkan aroma khusus.

Kualitas ragi berbeda satu dengan yang lainnya, hal ini tergantung pada jenis sel induk raginya (strain), kualitas media pengembangbiakannya (mutu molase), dan kemajuan teknologi produksinya.

1. Macam-macam Bentuk Ragi

a. Ragi cair (liquid yeast) diproduksi dari yeast cream yang berlangsung pada tahap proses industri (mengandung 15–20% materi kering). Ragi cair ini terutama digunakan oleh bakery skala industri dengan proses otomatis. Pengukuran secara otomatis membutuhkan peralatan tambahan khusus dan untuk penyimpanan dibutuhkan suhu 4º–6ºC dengan umur simpan hanya 2 minggu.

Gambar 2.12 Ragi cair

b. Ragi basah (compressed atau fresh yeast) adalah yeast cream yang dikeringkan dan dipadatkan sehingga mengandung 28-35% materi kering, berbentuk blok-blok persegi, dan harus disimpan pada suhu 2-6ºC, dengan umur kadaluarsa hanya 2-3 minggu saja. Produk ini hanya mengandung 70% air, oleh karena itu ragi harus disimpan pada temperatur rendah dan merata untuk mencegah hilangnya daya pembentuk gas. Makin dekat temperatur penyimpanan dengan 0ºC, maka makin lama ragi itu bisa disimpan tanpa mengalami perubahan yang nyata. Dari hasil penelitian efek penyimpanan ragi basah selama 3 bulan paling baik pada suhu -1ºC. Pada suhu tersebut ragi tidak membeku. Ragi basah biasanya dikemas dengan berat 500 gram, dan dibungkus dengan kertas lilin. Kelebihan penggunaan ragi basah adalah harganya relatif murah (karena sebagian besar terdiri dari air saja), dan dapat dipergunakan dalam banyak aplikasi (resep).

Gambar 2.13 Ragi basah

Sedangkan kekurangannya adalah sensitif terhadap kelembapan (humidity): suhu dan cuaca hangat seperti negara Indonesia yang tropis. Ragi ini juga memerlukan kondisi peyimpanan pada suhu rendah (2º–6ºC), yang menyebabkan kesulitan dalam pendistribusiannya, akan tetapi, ragi bisa tahan 48 jam pada suhu ruang.

c. Ragi kering aktif (active dry yeast, ADY) adalah ragi yang terbuat dari yeast cream yang dipanaskan dan dikeringkan hingga didapatkan 92-93% bahan kering. Ragi ini berbentuk butiran kering (granular form). Dalam aplikasi penggunaannya harus dilarutkan dengan air hangat (dehidrated) sebelum dicampurkan dengan tepung terigu dan bahan lainnya ke dalam mixer. Penyimpanannya bisa dalam suhu ruang (selama jauh dari panas dan lembab). Umur kedaluarsanya mencapai 2 tahun dalam kemasannya. Pengeringannya dengan temperatur tinggi akan mematikan sekitar 25% lapisan luar sel ragi, sehingga membentuk lapisan sel pelindung yang dapat melindungi sel aktif.

Kelebihan menggunakan ragi kering aktif adalah meringankan biaya transportasi, dan penyimpanannya tidak sulit (suhu ruang). Sedangkan kekurangannya adalah memerlukan proses rehidrasi dengan air hangat (35º–38ºC) dan proses tersebut memerlukan waktu sekitar 15 menit. Faktor konversinya adalah 1 kg ragi kering aktif sama dengan 2,5 - 3 kg ragi basah dengan ditambah air 1.5 liter.

d. Ragi kering instan (instant dry yeast IDY). Dibuat dari ragi yang dipanaskan dan lalu dikeringkan hingga mengandung 94% – 95% materi kering dengan jumlah sel ragi 105-107 per gram ragi, berbentuk vermicelli (seperti potongan pasta yang sangat pendek), mendekati butiran kecil yang halus. Di negara-negara tropis lebih aman memakai ragi instan. Aplikasinya tanpa dilarutkan terlebih dahulu, dapat langsung dicampurkan dalam tepung, dikemas dalam kemasan tanpa udara (vacuum packed) dan memiliki umur kadaluarsa 2 tahun dalam kemasannya. Kelebihan lain dari pada ragi instan ini adalah menghasilkan fermentasi yang lebih konsisten, dan penyimpanan yang sangat mudah (pada suhu ruang normal).

Faktor konversinya adalah 1 kg ragi instan sama dengan 3.0-4.0 kg ragi basah dengan ditambah air 2.0 liter. Biasanya untuk ragi kering instan memiliki dua varian yaitu Gold label untuk aplikasi high sugar dough (>8-10% gula) dan red label untuk aplikasi low sugar dough (<8% gula).

Gambar 2.14 Ragi Instan

Ragi instan ini dihasilkan dan dijual di dalam kemasan plastik atau kaleng yang kedap udara. Sekali kemasan dibuka, sebaiknya digunakan tidak lebih dari 2 minggu dan harus disimpan dalam kaleng kedap udara di dalam lemari es. Cara menangani ragi instan: ditambahkan ke dalam air dan diaduk sampai larut, tidak perlu direndam. Atau tambahkan langsung ke dalam adonan/tepung.

e. Ragi beku (frozen yeast), ragi ini mengandung 90% materi kering yang didinginkan pada suhu ekstrim setelah dikeringkan (frozen). Aktifitas ragi ini menjadi lambat selama pengadukan (mixing), sehingga dapat dihasilkan tingkat stabilitas adonan yang tinggi. Ragi ini biasanya khusus untuk pembuatan adonan roti melalui proses frozen dough. Memiliki umur kadaluarsa 2 tahun bila disimpan pada freezer suhu -18 derajat celcius. Jangan membekukan kembali ragi yang telah di thawing (dilunakkan). Ragi ini mengkombinasikan keunggulan dari ragi basah dan ragi instan. Ragi ini juga memberikan start up lebih cepat serta memiliki stabilitas dan konsistensi untuk mengoptimalkan fermentasi, ragi ini mudah digunakan karena bentuknya yang free thawing sehingga memberikan kemudahan pengukuran, keakuratan, hemat waktu, dan meminimalkan kesalahan dalam pembuatan roti.

Di Indonesia saat ini yang masih umum digunakan adalah ragi basah, ragi kering aktif dan ragi instan. Secara umum karakteristik ketiga jenis ragi tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Jenis gula yang terdapat pada pembuatan roti pada umumnya adalah maltosa dan sukrosa. Maltosa terdapat secara alami pada pada tepung terigu. Maltosa ini secara alami tidak dapat difermentasikan oleh khamir, akan tetapi lebih dahulu dihidrolisirs menjadi dekstrosa oleh enzim maltase. Selain enzim maltase, Saccharomices cerevisieae juga memproduksi enzim invertase juga menghidrolisis sukrosa menjadi gula invert yaitu glukosa dan fruktosa yang dapat difermentasikan oleh khamir.

Tabel 2.1 Karakteristik tiga jenis ragi yang umum digunakan

Sukrosa terdapat secara alami pada tepung terigu dan sebagian ditambahkan dalam formulasi adonan. Dekstosa dan gula invert kemudian difermentasi dengan menggunakan enzim zymase yang diproduksi secara alami oleh Saccharomices cerevisae dan menghasilkan gas karbondioksida serta etil alcohol. Alcohol yang dihasilkan akan hilang karena menguap selama proses pemanggangan.

Pertumbuhan dan daya fermentasi ragi dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah keberadaan gula yang dapat difermentasi, pH, suhu, tekanan osmosis serta bahan-bahan penghambat dan pemicu fermentasi. Suhu ideal untuk menyimpan ragi agar tetap mempunyai aktivitas yang baik adalah 2ºC - 5ºC. Kamir ini 95% mati pada suhu penyimpanan 48ºC selama 45 menit, 50ºC selama 18 menit dan 52ºC selama 6 menit. Tabel 2.2 adalah efek dari suhu terhadap produksi gas oleh fermentasi kamir.

Selain suhu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan laju fermentasi kamir adalah pH. pH optimum untuk laju fermentasi kamir adalah antara 4.8 dan 5.5, laju fermentasi mulai menurun pada pH dibawah 4.4 dan berhenti sama sekali pada pH dibawah 4.

Tabel 2.2 Efek suhu terhadap laju produksi gas selama fermentasi.

Tekanan osmosis juga sangat mempengaruhi pertumbuhan kamir. Bahan-bahan yang memberikan kontribusi terhadap ketidak seimbangan tekanan osmosis antara lain adalah kadar gula, kadar garam dan kandungan gliserol. Saccharomices cerevisiae memiliki permeabilitas plasma membran yang tinggi terhadap gliserol sehingga adanya kandungan gliserol yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan sel. Bahan-bahan yang merupakan inhibitor Saccharomices cerevisiae adalah asam pcoumarat (100-250 ppm), asam fenelat (50-250 ppm), xylitol (0.5%), turberin, antioksidanbutylated hydroksanisoletertiary butylhidroquinone dan propilgalat (50-500 ppm). Asam asetat merupakan inhibitor pada pH rendah sedangkan asam sitrat menjadi inhibitor pada pH tinggi .

2. Sifat-sifat Ragi dan Penyimpanannya

Ragi padat dalam keadaan normal lebih cepat rusak dibandingkan dengan ragi biasa. Ragi padat hanya kehilangan sedikit daya peragiannya pada suhu 35ºF (± 2ºC) selama 4 sampai 5 minggu. Ragi padat dapat disimpan lebih lama dalam keadaan beku. Penyimpanan ragi padat untuk roti pada suhu ± 3ºC akan merusak kekuatan ragi tersebut dan bahkan mematikannya. Ragi padat terdiri dari kira-kira 30% zat padat dan 70% zat cair. Ragi kering berbentuk seperti butiran kering kecil-kecil, dibungkus dalam kemasan timah yang mengandung nitrogen agar tetap awet. Ragi kering aktif diperkirakan terdiri dari 92% zat padat dan 8% zat cair.

Yeast atau ragi harus selalu dalam kondisi yang baik agar dapat bekerja secara efisien. Ciri-ciri ragi yang masih baik antara lain:
• Apabila diraba terasa dingin.
• Berwarna krem, butir-butir kecil dan bersih.
• Berbau sedap seperti buah apel yang masak

Ciri-ciri dari ragi yang kondisinya kurang baik:
• Berwarna cerah
• Kering
• Kalau diraba agak terasa hangat
• Berbau tidak enak
• Beremah

Ciri-ciri ragi yang sudah rusak:
• Warnanya cokelat gelap (tua)
• Butir-butirnya lembek
• Agak sedikit lengket
• Berbau tidak enak

Tabel 2.3 Pengaruh temperatur pada ragi.

Ragi yang sudah rusak tidak layak untuk digunakan dalam pembuatan makanan karena sudah tidak dapat berfermentasi lagi. Agar kondisinya tetap baik, ragi harus disimpan pada suhu 4,5ºC. Kondisi ragi akan semakin buruk apabila disimpan pada udara yang panas karena akan meyerap panas dan kemudian akan beremah. Adanya remah merupakan pertanda bahwa dalam diri ragi telah terjadi fermentasi yang dikenal dengan istilah autolysis yang disebabkan oleh enzim dari ragi itu sendiri. Pada akhirnya ragi akan berubah wujud menjadi massa yang sedikit lengket, berbau tidak enak, berwarna gelap dan tidak bermanfaat lagi.

Ragi tidak boleh dicampur dengan garam, gula, atau larutan garam maupun gula yang pekat. Pada saat membuat adonan, sebaiknya ragi tidak langsung dicampur dengan kedua unsur tersebut (garam dan gula). Persentase rata-rata dari komposisi ragi adalah sebagai berikut:
- Air                 : 68% – 73%
- Protein          : 12% - 14%
- Fat                 : 0,6% - 0,8 %
- Karbohidrat : 9% - 11%
- Mineral          : 1,7% - 2%

3. Enzim dalam Ragi

Ragi merupakan sumber penting penyedia enzim. Enzim dihasilkan oleh sel-sel yang hidup, baik hewani ataupun nabati. Bila enzim diberikan pada campuran organik tertentu, biasanya kegiatan akan meningkat, walaupun tidak cenderung memisahkannya. Enzim hanya aktif dalam larutan. Enzim sangat peka terhadap panas dan pH. Ragi terdiri dari sejumlah enzim, termasuk protease, lipase, invertase, maltase, dan zymase. Enzim yang penting dalam ragi ialah invertase, maltase, dan zymase.

a. Protase
Protase dapat melemahkan protein tepung sehingga dapat menyebabkan terjadinya berbagai perubahan pada susunan dan sifat-sifat adonan. Walaupun begitu protease dalam ragi segar yang normal adalah enzim intracelluar, enzim yang tidak sanggup menembus selaput sel.

b. Lipase
Enzim ini kelihatan intracellular dan aktif pada lemak yang terdapat di dalam ragi, terutama selama terjadinya proses persporaan (sporalation). Lemak ini tersedia untuk sel selama proses pematangan spora biak. Lipase dari beberapa jenis ragi dapat menembus melalui selaput sel.

c. Invertase
Pada kebanyakan jenis ragi, intervase adalah enzim intracelluler. Intervase mengubah sakarose, gula tebu, yang masuk kedalam dinding sel menjadi glukose dan fruktose, yaitu gula sederhana. Gula ini akan meresap menembus selaput.

d. Maltase
Enzim ini terdapat dalam ragi, memisahkan gula maltose menjadi dua bagian dextrose.

e. Zymase
Zymase adalah enzim yang pada akhirnya akan menyebabkan peragian gula dalam adonan oleh ragi. Zymase meliputi sekelompok enzim. Enzim ini dalam produksi roti, jamur dan bakteri tertentu juga dapat menghasilkan alkohol. Namun demikian ragi merupakan bahan yang paling tepat guna dan berhasil.


Terima Kasih..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Visit Market_14

Jum'at 9/11/2018 Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.. ACTIVITY ON THE MARKET AND LIST OF GOODS PRICES TOURISM POLYTECHNI...